Selasa, 11 November 2014

Pola asuh anak

Pola Asuh dalam Perkembangan Psikologi dan Moral
pada Anak pada Usia Dini

Latar Belakang
      Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini dan setidaknya ada lima prinsip yang mendasar perkembangan anak usia dini. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah keluarga, karena keluargalah tempat pertama anak berinteraksi. Pola asuh orang tua sangat menentu karena semua pemikiran dan perilaku anak dilihat dari orangtua.
      Menurut Thomae (dikutip dari buku Singgih Gunarsa). Pertumbuhan yang terjadi pada anak usia dini berhubungan juga dengan perubahan fisik dan psikis. Perubahan fisik disebut juga pertumbuhan model kuantitatif yaitu berat badan dan tinggi badan. Selain itu perubahan psikis juga disebut sebagai perubahan model kualitatif, didalamnya ada lima aspek perkembangan kognitif, yaitu: (a) emosi, (b) sosial, (c) bahasa, (d) moral, dan (e) agama. Pada usia 6 sampai 8 tahun merupakan usia transisi dari masa anak-anak yang masih memerlukan bantuan ke masa anak-anak yang mulai mandiri, baik pertumbuhan fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan perkembangan itu berbeda, namun keduannya memiliki hubungan yang saling berkaitan dan jalan beriringan.

Pengertian Anak
     John Locke (dalam Gunarsa, 1986). Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.
     Haditono (dalam Damayanti, 1992). Anak merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.
     Kasiram (1994). Anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan yang mempunyai perasaan, pikiran, kehendakan sendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangannya.

Tahap – tahap perkembangan dalam pola asuh anak
     Sejak lahir hingga 1 tahun. Keadaan dimana bayi sangat membutuhkan bantuan, kepercayaan, dan rasa aman dengan ibunya. Asi adalah makanan yang sangat penting bagi bayi, selain itu dengan seorang bayi meminum asi maka bayi akan merasakan kehangatan sang ibu hingga terjalin kasih sayang.
     Usia 1 sampai 3 tahun. Tahap ini anak akan membentuk kepercayaan dirinya. Pada tahap ini anak sudah dapat memakai baju sendiri, makan sendiri, dll. Pada tahap ini orang tua berperan untuk mendorong anak agar dapat bergerak bebas, mulai menghargai dan mulai meyakini kemampuannya dan mendukung anak agar kepercayaan diri anak semakin meningkat.
     Usia 3 sampai 6 tahun. Pada tahap ini anak memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi, mulai memiliki berbahasa yang tinggi, sudah memiliki inisiatif dan  anak sudah memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Pada tahap ini anak sudah mulai merasakan rasa takut, cemas, marah dan sedih. Maka mulai dari sini peran kedua orang tua sangat penting.
     Usia 6 sampai 12 tahun. Keterampilan sosial anak semakin berkembang. Orang tua juga berperan saat diusia ini karena anak sudah mulai mencari dan menikmati informasi yang menarik minat. Diusia ini anak sudah mulai melawan orang tuanya. Maka orang tua perlu menjelaskan secara bijaksana dalam menjelaskan mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
     Usia 12 sampai 18 tahun. Dimasa ini disebut dengan masa remaja. Ada unsur-unsur yang sangat penting, yaitu: (a) pembentukan rasa kemandirian, (b) identifikasi gener, (c) peran seksual, dan (d) peran sosial serta perilaku. Perkembangan anak terlihat dari bermacam nilai-nilai moral, baik dari orang tua atau lingkungannya yang mendukung. Pada tahap ini anak akan memasuki masa dewasa. Usia ini anak emosinya masih belum stabil. Oleh karena itu peran orang tua sangat penting untuk memberikan teladan yang baik bagi remaja.

Tahap-tahap perkembangan moral anak dan peranan orangtua
     Usia 0 sampai 3 tahun.  Pada masa ini anak masih belum tahu tingkah laku yang baik atau tidak baik hanya mengetahui konsekuensi yang mengikuti laku tersebut. Seorang anak tidak lagi memukuli adiknya untuk mendapatkan mainan yang diinginkannya, hal itu bukan karena sudah mengerti bahwa memukul itu perbuatan yang tidak baik. Anak melakukan itu semata-mata untuk menghindari hukuman itu.
     Usia 3 sampai 6 tahun. Pada umur sebelumnya anak diajarkan tentang apa yang baik dan apa yang buruk, maka pada masa ini anak harus lebih ditunjukan mengenai bagaimana ia harus bertingkahlaku. Contoh: Anak mau membagi sebagian dari kuenya kepada temannya. Jadi, anak pada masa ini sudah bisa melakukan perbuatan yang baik tanpa diberi hukuman.
     Usia 6 sampai remaja. Suatu masa di mana anak sudah memasuki sekolah, yang berarti lingkungan kehidupan anak juga bertambah luas. Karena itu nilai-nilai atau kaidah-kaidah moral sebagian besar lebih ditentukan norma-norma yang dapat dalam lingkungan kelompoknya. Pada umur 8 – 9 tahun anak memiliki konsep anak tersebut bertambah luas dan umum, umur 10 – 12 tahun, anak sudah dapat mengetahui dengan baik alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mendasari suatu peraturan.
      Pada masa ini anak sudah mengenal konsep-konsep moralitas, seperti: (a) kejujuran,  (b) hak milik, (c) keadilan, dan (d) kehormatan. Menjelang usia remaja, anak sudah mengembangkan nilai-nilai moral sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman dirumah dan dalam hubungannya dalam anak-anak lain.  Nilai-nilai ini sebagian dan menetap dan mempengaruhi perilakunya, dan sebagian lainnya akan mengalami perubahan akibat perubahan lingkungan dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam lingkungan anak tersebut.

Kesimpulan
     Anak merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pemeliharan, kasih sayang dan tempat bagi perkembanganya, anak juga memiliki perasaan, pikiran dan kehendaknya sendiri. yang kesemuannya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berkelainan pada tiap-tiap fase perkembangan. Dalam perkembangan anak peran yang dibutuhkan adalah peran keluarga. Hal ini disebabkan perkembangan anak terlihat dari bermacam nilai-nilai moral, baik dari orang tua atau lingkungannya yang mendukung. Pola asuh juga menentu dalam perkembangan psikologi dan moral anak.






Daftar Pustaka

Tridhonanto, AL. (2014). Mengembangkan pola asuh demokratis. Jakarta: Elex
      Media Komputindo.
Gunarsa, S. D. (2004). Perkembangan remaja. Dalam Y. S. D Gunarsa (Ed.).
      Psikologi perkembangan anak dan remaja . (h. 66-70). Jakarta: BPK Gunung
      Mulia.
Hastuti (2012). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: Suka Buku.
Gunarsa, S. D. (2006). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: Gunung
      Mulia.
Wiyani, N. A. (2014). Psikologi perkembangan anak usia dini. Yogyakarta: Gava

      Media.

Rabu, 05 November 2014

Tindak Pidana Pemalsuan

Tindak Pidana Pemalsuan

Latar Belakang                              
Banyaknya kasus pemalsuan uang yang terjadi di Indonesia yang menunjukan bahwa kehidupan perekonomian masyarakat di Indonesia sedang mengalami penurunan. Pemalsuan uang dilakukan oleh perorangan dan sekelompok orang karena kepentingan ekonomi. Umumnya uang yang dipalsukan adalah uang kertas seperti Rp.10,000, Rp. 20,000, Rp.50,000.
      Pemalsuan tidak hanya terjadi pada uang saja ada: (a) sumpah palsu, (b) pemalsan materai, dan (c) pemalsuan merek atau cap. Pemalsuan ini dapat juga dikatakan sebuah kejahatan. Hal ini terjadi karena adanya pelanggaran dalam dua norma dasar yaitu:
  1. Kebenaran (kepercayaan) yang pelanggarannya dapat digolongkan menjadi kejahatan penipuan.
  2. Ketertiban masyarakat, yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan dalam negara ketertiban masyarakat.

Pengertian Pemalsuan
     Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah (a) palsu, tidak tulen, tidak sah, tiruan, curang dan tidak jujur; (b) memalsu, membuat sesuatu yang palsu/ melancungkan; (c) pemalsu, orang yang memalsu; dan (d) pemalsuan, proses cara pembuatan memalsu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], 2000).
     Pemalsuan menurut Wikipedia (2014) adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda, statistik, atau dokumen – dokumen (lihat dokumen palsu), dengan maksud untuk menipu.
     Maka dapat disimpulkan bahwa pemalsuan adalah kegiatan seseorang untuk mennirukan hasil kerja orang lain dengan maksud tertentu.

Macam – macam Pemalsuan
     Sumpah Palsu. Sumpah palsu diatur dalam pasal 242 ayat 1 – 4, yang dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis. Sumpah yang diberikan oleh UU atau oleh UU diadakan akibat hukum, contohnya  adalah dalam hal seorang diperiksa dimuka pengadilan sebagai saksi, maka saksi tersebut sebelum memberikan keterangan harus diambil sumpah akan memberikan keterangan yang benar. Penyumpahan ini adalah syarat untuk dapat mempergunakan keterangan saksi itu sebagai alat bukti. Jadi, seorang yamg memberikan keterangan bohong di bawah sumpah dapt dihukum (R.Soesilo, 1991: 183).
     Uang dan Uang Kertas Negara. Pemalsuan uang diatur dalam pasal 244, menyatakan bahwa barang siapa meniru atau memalsukan uang atau uang kertas Negara atau uang kertas bank dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang kertas Negara atau uang kertas Bank itu serupa yang asli dan yang tiada dipalsukan, dihukum penjara selama – lamanya lima belas tahun (K.U.H.P. 4, 64-2, 165, 519).
      Materai. Materai memiliki arti penting dalam masyarakat, yaitu dengan adanya materai maka surat yang diberi materai yang ditentukan oleh UU menjadi suatu surat yang sah, artinya tanpa materai berbagai surat keterangan, misalnya surat kuasa, tidak dapat diterima sebagai pemberian kuasa yang sah. Demikian juga dalam pemeriksaan perkara dimuka pengadilan, surat-surat baru dapat dipergunakan berbagai alat pembuktian apabila dibubuhi materai yang ditentukan oleh UU. (Wirjono Prodjodikoro, 2008: 182)
      Merek atau cap. Pemalsuan cap era dan pemalsuan cap negara, keduanya diatur dalam pasal 254 ayat 1 dan 2. Larangan ini menyatakan bahwa dengan kepalsuan ini diancam dengan pidana paling lama enam tahun.

Faktor penyebab
  1. Faktor Ekonomi
Faktor ini menjadi titik awal beredanya pemalsuan – pemalsuan di mayarakat. Semakin zaman berkembang pesat, semakin banyak orang – orang yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pemalsuan dilakukan seseorang atau kelompok untuk memenuhi kehutuhan pribadi tanpa memilkirkan resiko yang sedang dihadapinya.

  1. Faktor Lingkungan
Faktor ini juga mempengaruhi setiap orang untuk melakukan mengedarkan pemalsuan tersebut. Faktor ini yang memungkinkan orang bergaul dengan penjahat orang tersebut akan tertular jahatnya. Salah satunya mengedarkan uang palsu oleh oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dan menimbulkan banyak pengaruh negatif.



Kesimpulan

     Pemalsuan termasuk tindakan kejahatan yang dilakukan dengan sengaja, karena sudah melanggar dua norma, yaitu kebenaran (kepercayaan) dan ketertiban masyarakat. Pemalsuan adalah tidakan kejahatan maka tindakan ini berkaitan dengan hukum, apapun tindakan pemalsuan memiliki beragam hukuman berupa pasal – pasal.
     Pemalsuan dapat dilakukan dengan cara individu atau berkelompok. yang sedang ramainya kasus pemalsuan adalah sumpah palsu, uang, materai, merek dan cap. Biasanya pemalsuan dilakukan seseorang karna faktor lingkungan, karena pengaruh ajakan teman dan faktor ekonomi, karena ingin memenuhi kebutuhan tanpa memikirkan resikonya tersebut. 



Daftar Pustaka


Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2014, 6 November). Kamus Besar Bahasa
     Indonesia diunduh dari http://kamus.sabda.org/kamus/pemalsuan
Wiipedia. (2014, 6 November). Pemalsuan  diunduh dari
Soesilo, R. (1981). Kitab undang – undang hukum pidana. Bandung: Karya
      Nusantara.


 
Copyright 2009 ALETHEIA